Ilustrasi |
"Tidak ada unsur diskriminasi apa pun, itu murni untuk mengakomodir keberadaan mereka selama ini," kata Asmen Humas TMII, Jerri Lahama saat ditemui di kantornya, Kamis (24/2/2010).
Pihak TMII berharap, masyarakat memahami keberadaan anjungan itu sebagai bentuk keragaman budaya Indonesia. Etnis Tionghoa yang sudah berbaur perlu juga diakui keberadaannya agar mudah dipelajari oleh generasi muda.
"Kan sekarang mulai dari kuliner sampai perekonomian semua sudah berbaur. Ini untuk unsur edukatif saja," jelasnya.
Menurut Jerri, keberadaan lahan itu memang sudah disiapkan untuk anjungan berbagai etnis asing yang berakulturasi dengan bangsa Indonesia. Rencananya, etnis India dan Timur Tengah juga akan diberi kesempatan untuk membangun anjungan yang sama.
"Tapi sampai sekarang, dua itu belum ada informasinya. Jadi untuk sementara ini saja dulu," lanjutnya.
Penggunaan lahan, kata Jerri, murni berasal dari kocek para donatur paguyuban Tionghoa. TMII, selaku pengelola hanya memfasilitasi pembelian lahan dari warga ke paguyuban tersebut.
"Semuanya mulai pembebasan lahan dan penggantian rugi dari paguyuban itu. Kita hanya menunjukkan di sini loh ada lahan," jelasnya.
Tidak hanya itu, proses pembangunan anjungan juga sudah disetujui oleh Ketua Yayasan Harapan Kita Alm Soeharto. Sehingga, ia menjamin tidak akan ada kecemburuan dari pengelola anjungan lain seperti yang dikhawatirkan Pergerakan Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI).
"Tapi Kita juga akan terus mengawasi proses pembangunan. Jangan mentang-mentang ada lahan nanti membuat bangunan seenaknya. Pokoknya yang penting sesuai kesepakatan awal tentang pembangunan itu," tutup Jerri.
detikcom
0 komentar:
Posting Komentar